Hanya Digaji Rp 300 Ribu, Begini Cara Guru Honorer Bertahan Hidup

Hanya Digaji Rp 300 Ribu, Begini Cara Guru Honorer Bertahan Hidup

Rekanan seprofesi yang terhormat, Tanggal 25 Nopember diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Pada momen tersebut, nama guru dipuja dan dipuji sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Guru dimuliakan sebagai penerang dalam kegelapan, embun penyejuk dalam kehausan, dan sederet puja-puji lainnya. 

Semua sadar bahwa guru memiliki peran penting dalam memajukan pendidikan sebuah bangsa. Ucapan “klise” itu sudah sangat sering kita dengar. Pada saat Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak dibom atom oleh tentara sekutu, Kaisar Jepang bukan bertanya berapa jumlah tentara yang masih tersisa, tetapi berapa jumlah guru (sensei) yang masih tersisa karena Kaisar Jepang menyadari bahwa tentara-tentara yang hebat bisa dibentuk melalui pendidikan yang diberikan oleh guru. Dengan kata lain, Kaisar Jepang benar-benar menyadari pentingnya peran guru dan menempatkan guru pada posisi terhormat. 

Diantara gegap gempita perayaan Hari Guru, ada pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh Pemerintah yaitu berkaitan dengan nasib guru honorer. Kesejahteraan guru honorer masih sangat jauh dari layak. Masih ada yang mendapat honor 100 sampai 200 ribu sebulan padahal mereka rata-rata berlatar belakang sarjana. Bahkan Mendikbud Anes Baswedan mengatakan bahwa honor 100-200 ribu bagi guru honorer sebagai sebuah “basa-basi” karena upah yang diterima sangat tidak layak. Akibat honor yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, banyak guru honorer yang menyiasatinya dengan mencari penghasilan tambahan seperti berdagang, menjadi guru privat di tempat kursus, bahkan jadi tukang ojeg.

Salah satunya Bayu Prihartanto (29), warga Wukirsari, Desa Baleharjo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Lulus dari Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada tahun 2007, Bayu lantas melamar menjadi guru di beberapa sekolah. 

"Menjadi guru itu sudah pilihan hidup saya. Karena itu, saya kuliah di PGSD UNY," ucap Bayu Prihartanto, Selasa (25/11/2015).

Bayu menuturkan, setelah lulus, dia diterima sebagai guru honorer di SD Negeri 4 Wonosari, Gunung Kidul.

"Lulus lalu saya diterima jadi guru pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan di SDN 4 Wonosari," tegas dia. 

Bayu mengungkapkan, sebagai guru honorer, gaji yang diterimanya di bawah upah minimum, hanya sekitar Rp 300.000 per bulan. Sebanyak Rp 200.000 dari sekolah, ditambah honor dari kabupaten sebesar Rp 100.000. 

"Yang pasti sebulan Rp 200.000. Kalau yang honor kabupaten tidak mesti sebulan sekali, kadang tiga bulan baru dapat," ucap dia. 

Bayu mengaku, untuk menghidupi keluarganya, tentu honor itu tidaklah cukup. Namun, karena mengajar adalah pilihan hidup, maka mau tidak mau dia menerima keadaan itu. 

"Ya tidak cukup, apalagi anak saya satu. Tapi karena sudah cita-cita dan hanya menjadi honorer, saya harus terima," tegas dia. 

Bayu pun tidak menyerah. Menurut dia, manusia yang ingin hidup harus berjuang dan berupaya. 

Dari situlah, demi menambah pendapatan, bapak satu anak ini lantas membuka usaha warung makan kaki lima penyetan. "Kalau pasrah dan diam ya enggak bakalan bisa makan," kata dia.

"Saya menggadaikan motor satu-satunya untuk buka usaha warung penyetan di Wonosari," ucap dia. 

Setiap hari, Bayu pun harus bangun pada pukul 04.00 WIB untuk mempersiapkan bahan makanan di warung, mulai dari belanja, menyembelih ayam, sampai mengolahnya. 

"Selesai itu, ke sekolah ngajar, lalu sore jam 5 persiapan buka warung sampai jam 11 malam, seperti itu setiap hari," tandas dia.

Dari penghasilan warung makannya di pinggir jalan, Bayu mendapat penghasilan bersih Rp 50.000 sehari. Tidak besar, tetapi cukup untuk menambah pendapatan keluarga. 

"Lumayan buat nambah-nambah, Mas," kata Bayu. 

Seiring berjalannya waktu, harga kebutuhan pokok semakin mahal. Bayu pun harus kembali memutar otak untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Sebab, jika mengandalkan honor mengajar dan warung tidaklah cukup.

Ia pun lantas mencoba melamar menjadi penulis lepas (freelance) di sebuah kantor berita online lokal di Kabupaten Gunung Kidul. 

Satu berita yang dikirimnya dan tayang, Bayu mendapat uang Rp 10.000. "Ada yang menawari jadi freelance online, saya terima. Jadi siang saya juga liputan," ujarnya sambil tersenyum.

Diakuinya, memang berat dan capek untuk menjalani semuanya. Namun, Bayu tetap bersyukur masih diberikan peluang-peluang untuk menyambung hidup keluarga.

"Kalau capek ya capek, pagi sampai malam. Tapi, harus tetap bersyukur," tandasnya. 

Dia pun berharap pemerintah dapat meningkatkan gaji guru honorer sehingga kehidupan guru honorer dapat lebih baik.
Baca juga : Sulistyo Menegaskan, Kami Tidak Bisa Berdiam Diri, Honorer K2 Anggota PGRI
Selamat Hari Guru Nasional!

Demikian informasi ini, semoga bermanfaat dan menjadi bahan perenungan bagi kita. (Sumber : radarjogja)

0 Response to "Hanya Digaji Rp 300 Ribu, Begini Cara Guru Honorer Bertahan Hidup"

Posting Komentar